Desember 05, 2011

Wisata Budaya Kawasan Adat Amma Toa Kajang

                      

Berkunjung ke Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba, belum lengkap tanpa memasuki kawasan adat Ammatoa, mengunjungi peninggalan megalitik milik masyarakat kajang dan mempelajari kearifan lokal masyarakatnya dalam melestarikan budaya dan adat istiadatnya yang telah bertahan ratusan bahkan ribuan tahun. Memasuki daerah ini akan dicirikan dengan berbagai macam seragam (pakaian, sarung dan penutup kepala) khas kajang yang serba hitam.

Kawasan adat masyarakat Kajang berada dalam wilayah administrasi desa Tana Toa, berjarak 56 km dari kota Bulukumba. Karena letaknya yang berada di desa Tana Toa maka kawasan adat ini juga dikenal sebagai kawasan adat Tana Toa.

Masyarakat di kawasan Tana Toa adalah salah satu suku di Insonesia yang sangat teguh memegang dan mempertahankan adat istiadat. Untuk memasuki kawasan adat Tana Toa, kita harus melalui pintu masuk dengan terlebih dahulu menggunakan pakaian adat Kajang berwarna khas hitam. Kawasan inti pemukiman masyarakat Kajang berada 800 m dari pintu gerbang yang ditempuh dengan berjalan kaki. Kawasan adat Tana Toa ini sangat tertutup dan daerahnya disebut kawasan Kajang Dalam, masyarakat yang berada di kawasan Kajang Dalam ini masih benar-benar mengikuti ajaran dan adat tradisi leluhurnya sehingga masih terjaga keasliannya, dalam kawasan Kajang Dalam ini sangat tabu tentang segala hal-hal yang berbau modernisme, sehingga kawasan adat Tana Toa ini sangat tradisional sekali. Sedangkan kawasan Kajang Luar diperuntukkan bagi masyarakat kajang yang sudah tersentuh sendi-sendi kehidupan modernisme, meskupun demikan dalam beberapa hal masyarakat Kajang Luar tetap mematuhi ketentuan-ketentuan adat yang berlaku seperti di kawasan adat Kajang Dalam.

Dalam kawasan adat Tana Toa terdapat suatu kawasan inti yang berada di sekitar rumah Ammatoa dan para pemangku adat. Kawasan inti ini terlihat dari letak atau pola pemukiman yang menghadap ke arah Barat atau arah kiblat, yang masih menyesuaikan dengan adat dan tradisi mereka. Letaknya berada di Dusun Benteng.

Tana Toa lahir karena ketidakteraturan yang terjadi di masa lampau. Seluruh kehidupan di dunia termasuk manusia pada waktu itu masih dalam keadaan liar. Keadaan ini mendorong sejumlah orang untuk membentuk sebuah komunitas berikut segala aturan yang ada didalamnya yang sampai saat ini masih bertahan dan tetap dilestarikan oleh masyarakat adat.

Bahasa yang digunakan oleh orang Kajang sehari-hari adalah Konjo. Bahasa konjo merupakan salah satu rumpun bahasa Makassar yang berkembang tersendiri dalam suatu komunitas masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat adat Tana Toa memegang teguh pasanga ri Kajang (pesan di Kajang) yang juga adalah ajaran leluhur mereka. Isi pasanga ri Kajang yaitu:

  1. tangurangi mange ri turiea arana, yang berarti senangtiasa ingat pada Tuhan Yang Berkehendak.
  2. alemo sibatang, abulo sipappa, tallang sipahua, manyu siparampe, sipakatau tang sipakasiri, yang artinya memupuk persatuan dan kesatuan dengan penuh kekeluargaan dan saling memuliakan.
  3. lambusu kigattang sabara ki pesona, yang artinya bertindak tegas tetapi juga sabar dan tawakkal.
  4. Sallu riajoka, ammulu riadahang ammaca ere anreppe batu, alla buirurung, allabatu cideng, yang artinya harus taat pada aturan yang telah dibuat secara bersama-sama kendati harus menahan gelombang dan memecahkan batu gunung
  5. Nan digaukang sikontu passuroangto mabuttayya, yang artinya melaksanakan segala aturan secara murni dan konsekuen

Kelima ajaran inilah yang menjadi pedoman masyarakat dan para pemimpin dalam kehidupan sehari-hari. Dari kelima pesan ini lahir prinsip hidup sederhana dan saling menyayangi diantara mereka. Lebih dari itu adalah bentuk kasih sayang terhadap lingkungan mereka. Implementasinya dapat kita lihat dengan adanya hukum adat yang melarang mengambil hasil hutan dan isinya secara sembarangan. Masyarakat adat Tana Toa sangat peduli terhadap lingkungannya terutama pada kelestarian hutan yang harus tetap dijaga.

Dalam hal perkawinan, masyarakat adat Tana Toa terikat oleh adat yang mengharuskan menikah dengan sesama orang dalam kawasan adat. Jika tidak maka mereka harus hidup di luar kawasan adat, pengecualian bagi pasangan yang bersedia mengikuti segala aturan dan adat-istiadat yang berlaku di dalam kawasan adat. Hal tabu lainnya adalah memasukkan barang-barang buatan manusia yang tinggal di luar kawasan adat serta pengaruh maupun bentuk-bentuk lainnya ke dalam kawasan adat Tana Toa.

Masyarakat adat Tana toa hidup dari bertani dan memelihara hewan ternak. Kehidupan masyarakat adat Tana Toa sangat sederhana, bahkan rumah mereka pun sangat sederhana, tiap rumah hanya memiliki satu tangga berikut pintu masuk dibagian depan. Pada bagian dalam tidak ada kamar, yang ada hanyalah dapur yang terdapat pada bagian depan rumah tepat di sebelah kiri pintu masuk. Penempatan dapur di dekat pintu mengandung filosofis bahwa Orang Kajang sangat mamuliakan dapur sebagai sumber kehidupan. Tidak adanya sekat ruangan memiliki makna bahwa orang Kajang ingin menunjukkan sikap keterbukaannya kepada para tamu yang datang.

Masyarakat kawasan adat Tana Toa dipimpin oleh Ammatoa yang sangat dipatuhi. Jika Tana Toa berarti tanah yang tertua maka Ammatoa berarti bapak atau pemimpin yang tertua. Ammatoa memegang tumpuk kepemimpinan di Tana Toa sepanjang hidupnya terhitung sejak dia dinobatkan. Ammatoa bukanlah pemimpin yang dipilih oleh rakyat melainkan seseorang yang diyakini mendapat berkah dari Allah SWT.

Apabila seorang Ammatoa meninggal dunia, maka Ammatoa berikutnya akan ada lagi tiga tahun kemudian. Dalam masa tiga tahun, para tetua adat akan melihat-lihat orang sekitar yang diyakini memiliki ciri-ciri tertentu yang biasanya terdapat pada seorang calon Ammatoa. Setelah masa tiga tahun, para calon Ammatoa yang telah terpilih dikumpulkan, lalu seekor ayam yang telah dilepas pada penobatan terdahulu didatangkan lagi, lalu ayam tersebut dilepas kembali, ketika ayam tersebut lepas dan hinggap pada seorang calon Ammatoa, maka dialah yang menjadi Ammatoa.

Ammatoa didampingi oleh dua orang Anronta, masing-masing Anronta Ribungkina dan Anronta Ripangi serta 26 orang pemangku adat. Ke-26 orang pemangku adat ini antara lain Galla Puto yang bertugas sebagai wakil atau sekretaris dan Galla Lombo yang bertugas untuk urusan luar dan dalam kawasan. Selain itu ada Galla Kajang yang mengurusi masalah keagamaan, Galla Pantama untuk urusan pertanian, dan Galla Meleleng untuk urusan perikanan.

Dalam kawasan adat Tana Toa terdapat hutan adat yang disebut juga hutan pusaka seluas 317,4 Ha. Hutan ini sama sekali tidak boleh diganggu gugat, sehingga tidak diperbolehkan kegiatan apapun yang dapat merusak kelestarian hutan. Kegiatan yang dimaksud antara lain penebangan kayu, perburuan hewan dan membakar hutan.

Setiap pelanggaran yang dilakukan dalam kawasan adat Tana Toa akan mendapatkan sanksi berupa hukum adat. Ada beberapa hukum adat, mulai dari hukuman paling ringan sampai paling berat. Hukuman paling ringan atau disebut juga cappa babala adalah keharusan menbayar denda sebesar 12 real ditambah satu ekor kerbau. Satu tingkat diatasnya adalah tangga babala dengan denda 33 real ditambah satu ekor kerbau, denda paling tinggi adalah poko babala yang diharuskan membayar 44 real ditambah dengan seekor kerbau. real yang digunakan dalam hal ini adalah nilainya saja, karena uang yang digunakan adalah uang benggol yang saat ini sudah sangat jarang ditemukan.

Ada dua bentuk hukuman lain di atas hukuman denda yaitu: tunu panroli dan tunu Passau. Tunu panroli biasanya dilakukan bagi kasus pencurian bertujuan untuk mencari palakunya. Caranya seluruh masyarakat harus memegang linggis yang membara setelah dibakar. Jika tersangka lari dari hukuman dengan meninggalkan kawasan adat Tana Toa, maka pemangku adat akan menggunakan tunu Passau. Caranya Ammatoa akan membakar kemenyan dan membaca mantra yang dikirimkan ke pelaku agar jatuh sakit atau meninggal secara tidak wajar. Adanya hukum adat dan pemimpin yang sangat tegas dalam menegakkan hukum membuat masyarakat kawasan adat Tana Toa sangat tertib dan mematuhi segala peraturan dan hukum adat.

Selain hutan adat terdapat juga hutan kemasyarakatan seluas 144 Ha. Hutan ini boleh digarap atau ditebang pohonnya, tetapi dengan syarat harus menanam terlebih dahulu bibit pohon yang jenisnya sama dengan pohon yang akan ditebang, bibit pohon ini harus ditanam disebelah pohon yang akan ditebang. Selain ini ada pula yang disebut hutan rakyat seluas 98 Ha. Hutan rakyat digarap secara bersama-sama oleh masyarakat dan hasilnya dinikmati bersama-sama.

Bagi masyarakat Tana Toa, bumi merupakan warisan nenek moyang yang sangat berkualitas dan seimbang. Untuk itu anak cucunya berhak dan harus mendapatkan kualitas yang sama persis. Ungkapan tersebut mengandung makna filosofis yang menempatkan bumi sebagai anugerah Allah SWT yang tak ternilai harganya karena menjadi sumber segala kehidupan, untuk itu menjaga alam dan keseimbangannya menjadi syarat yang utama.

Sebagai rasa syukur atas kemurahan alam, setiap akhir tahun masyarakat kawasan adat Tana Toa melakukan upacara andingingi yang artinya mendinginkan, yang bermaksud untuk mendinginkan alam. Artinya ada saatnya alam untuk diistirahatkan dan didinginkan, setelah diolah dan diambil isinya sepanjang tahun.

http://www.bulukumba.go.id

2 komentar:

  1. Halo,

    Artikelnya menarik sekali..., TFS :))
    Jadi pengen ke sana :D
    Pertengahan Februari ini saya ada rencana travelling ke Bulukumba - Bira - Selayar - Takabonerate. Begitu baca artikel ini saya jadi pengen mampir ke Kampung Tana Toa.

    Aksesnya kalau mau ke Kampung Tana Toa ini bagaimana ya ??? Rute angkutan umum maksudnya ^_^

    Selama di Kampung Tana Toa ini, apa ada larangan membawa / menyalakan peralatan elektronik (seperti hp, kamera, mp3 player, dll) seperti halnya di Baduy Dalam ???

    Apakah memungkinkan bila ingin menginap di sini barang semalam ??

    Mohon infonya juga supaya tidak salah adab.

    Makasih banyak,

    Regards
    Dian Olly
    [thats my FB]

    BalasHapus
  2. menarik sekali artikel adekkk ini , jadi tertarik mengangkat khidupan suku ammatoa ini k dalam skripsi ku kelak :D

    BalasHapus